Inilah Enam Modus Permainan Pajak versi Gayus 
   
TEMPO Interaktif, Jakarta
  - Gayus Halomoan Tambunan, terdakwa kasus penyuapan terhadap aparat  
penegak hukum mengungkapkan ada enam modus permainan di  Direktorat  
Jenderal Pajak. Modus itu diungkapkan Gayus dalam pleidoi  berjudul Indonesia Bersih... Polisi dan Jaksa Risih... Saya Tersisih... di Pengadilan Jakarta Selatan.
                        
TEMPO Interaktif, Jakarta
  - Gayus Halomoan Tambunan, terdakwa kasus penyuapan terhadap aparat  
penegak hukum mengungkapkan ada enam modus permainan di  Direktorat  
Jenderal Pajak. Modus itu diungkapkan Gayus dalam pleidoi  berjudul Indonesia Bersih... Polisi dan Jaksa Risih... Saya Tersisih... di Pengadilan Jakarta Selatan.
Menurut
  mantan pegawai pajak ini, modus pertama adalah melakukan  negosiasi  
surat ketetapan pajak (SKP). Negosiasi terjadi di tingkat tim  pemeriksa
  pajak. Tujuannya untuk menaikkan atau menurunkan nilai pajak.  "SKP  
tidak mencerminkan nilai yang sebenarnya, baik itu SKP kurang bayar   
maupun SKP lebih bayar dalam rangka restitusi pajak."
 
Kedua, kata Gayus, terjadi di tingkat penyidikan pajak, seperti kasus faktur pajak fiktif. Dalam kasus ini, wajib pajak, selain diperintahkan membetulkan SPT masa PPN, akan ditakut-takuti untuk dijadikan tersangka. "Ujung-ujungnya adalah uang, sehingga status wajib pajak tetap sebagai saksi."
 
Ketiga, penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak. Permohonan ini seharusnya diproses paling lama 12 bulan. "Sesuai dengan Pasal 26 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000, jika permohonan tersebut tak selesai atau belum diproses, Pajak harus menerima keberatan yang diajukan berapa rupiah pun nilai keberatan yang dimintakan."
 
Keempat, menurut Gayus, adalah dengan penggunaan perusahaan luar negeri, khususnya di Belanda, untuk menggelapkan pajak. Terdapat celah hukum pembayaran bunga kepada perusahaan Belanda, jika lebih dari dua tahun pengenaan pajak penghasilan bisa dikenai nol persen. "Potensi penggelapan mencapai ratusan miliar, bahkan triliunan, rupiah."
 
Kelima adalah modus yang sering terjadi, yakni dengan jual-beli saham antarperusahaan satu grup. Caranya, pembelian saham diklaim sebagai kerugian investasi. Kerugian ini, kata Gayus, dibebankan sebagai biaya yang menggerus keuntungan perusahaan dari usaha riilnya. "Padahal tidak pernah ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual-beli saham tak mencerminkan nilai perusahaan sesungguhnya."
 
Kedua, kata Gayus, terjadi di tingkat penyidikan pajak, seperti kasus faktur pajak fiktif. Dalam kasus ini, wajib pajak, selain diperintahkan membetulkan SPT masa PPN, akan ditakut-takuti untuk dijadikan tersangka. "Ujung-ujungnya adalah uang, sehingga status wajib pajak tetap sebagai saksi."
Ketiga, penghilangan berkas surat permohonan keberatan wajib pajak. Permohonan ini seharusnya diproses paling lama 12 bulan. "Sesuai dengan Pasal 26 ayat 1 UU No. 16 Tahun 2000, jika permohonan tersebut tak selesai atau belum diproses, Pajak harus menerima keberatan yang diajukan berapa rupiah pun nilai keberatan yang dimintakan."
Keempat, menurut Gayus, adalah dengan penggunaan perusahaan luar negeri, khususnya di Belanda, untuk menggelapkan pajak. Terdapat celah hukum pembayaran bunga kepada perusahaan Belanda, jika lebih dari dua tahun pengenaan pajak penghasilan bisa dikenai nol persen. "Potensi penggelapan mencapai ratusan miliar, bahkan triliunan, rupiah."
Kelima adalah modus yang sering terjadi, yakni dengan jual-beli saham antarperusahaan satu grup. Caranya, pembelian saham diklaim sebagai kerugian investasi. Kerugian ini, kata Gayus, dibebankan sebagai biaya yang menggerus keuntungan perusahaan dari usaha riilnya. "Padahal tidak pernah ada transaksi tersebut secara riil dan nilai jual-beli saham tak mencerminkan nilai perusahaan sesungguhnya."
Keenam, lanjut 
dia, "Kerugian investasi  yang  dibukukan dalam SPT tahunan. Hal ini 
dikarenakan adanya kerugian   akibat pembelian dan penjualan saham 
antarperusahaan yang diduga masih   satu grup. Diduga tidak ada 
transaksi tersebut secara riil dan nilai   jual beli saham itu tidak 
mencerminkan nilai saham yang sesungguhnya.   Dengan terjadinya kerugian
 investasi jual beli itu, wajib pajak tidak   membayar PPh Pasal 25," 
paparnya.
Semua
  modus ini, menurut Gayus, sudah dibeberkan kepada penyidik tim   
independen kepolisian. Namun, menurut dia, tidak ada satu pun cerita ini
   yang ditindaklanjuti. "Timbul tanda tanya besar di pikiran saya,  
apakah  Direktorat Pajak memang bersih?" ujarnya. 
 
Gayus menduga, "Ada setting untuk melokalisir kasus hanya kepada saya. Atau Polri tak mampu bekerja secara profesional untuk menjerat mafia pajak sebenarnya."
Gayus menduga, "Ada setting untuk melokalisir kasus hanya kepada saya. Atau Polri tak mampu bekerja secara profesional untuk menjerat mafia pajak sebenarnya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar