Translate

Kamis, 03 Mei 2012

sejarah perkembangan perpajakan indonesia

sejarah perpajakan indonesia


Ketika mendengar kata pajak, biasanya setiap orang dewasa akan cenderung posesif dan menghindar seakan pajak merupakan momok bagi semua orang. Tapi tahukah Anda bahwa kelancaran dan keberhasilan pembangunan suatu negara sangat tergantung dari pajak? Pajak merupakan salah satu bentuk tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Pajak merupakan suatu kewajiban sekaligus bentuk pengabdian dan peran aktif warga negara dalam rangka ikut melaksanakan pembangunan nasional.
Percayakah Anda bahwa ternyata sejarah pajak sudah dimulai sejak zaman Fir’aun? dan bahkan sebenarnya masalah perpajakan sudah ada sejak lama dalam sejarah hidup umat manusia. Nah, konon kabarnya pajak tercipta disebabkan karena adanya kebutuhan manusia untuk hidup berkelompok karena ketergantungan satu sama lain. Cara hidup berkelompok atau berorganisasi seperti ini yang kemudian menciptakan negara. Dengan terbentuknya negara maka kemudian dibutuhkan adanya resources untuk membiayai pengeluaran bersama, sehingga diperlukan suatu cara untuk memobilisasi sumber daya yang salah satu caranya dari pajak.
Pajak secara umum merupakan iuran wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat dalam hal ini wajib pajak untuk memenuhi pengeluaran rutin negara dan pembiayaan pembangunan tanpa memperoleh balas jasa secara langsung. Pengertian pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pasal 1, adalah:
“Kontribusi wajib kepada negara (daerah) yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan lansung dan digunakan untuk keperluan negara (daerah) bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Disamping itu ada juga pungutan lain dengan tujuan sama yaitu yang disebut dengan retribusi. Namun demikian retribusi merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Contoh : Retribusi Parkir, Retribusi Galian Pasir dan lain-lain.
Dari beberapa pengertian yang kita pahami ternyata dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat lima unsur pokok dalam defenisi pajak, yaitu iuran/pungutan, dipungut harus berdasarkan Undang-Undang, dapat dipaksakan, tidak menerima kontra prestasi secara langsung dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah.
Perlu anda ketahui bahwa pajak ternyata memiliki beberapa fungsi yang tidak hanya sebagai sumber penerimaan negara (fungsi bugeter) yang digunakan untuk membiayai pembangunan tetapi dapat pula berfungsi lain seperti:
  1. Fungsi Alokasi dimana pajak berfungsi sebagai sumber penerimaan keuangan negara yang kemudian digunakan untuk dialokasikan bagi pengeluaran rutin.
  2. Fungsi regulasi adalah fungsi pajak yang digunakan sebagai alat untuk mengatur atau mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Kalau melihat dari pihak yang menanggung beban pada dasarnya pajak dapat dikenakan secara langsung maupun tidak langsung. dengan pengertian sebagai berikut. Pajak Langsung merupakan pajak yang dibebankan kepada wajib pajak setelah diterbitkannya Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) yang dikenakan secara periodik dalam jangka waktu tertentu. Contohnya adalah pajak penghasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan (PBB), pajak penerangan jalan, pajak kendaraan bermotor, dan lain sebagainya. Sedangkan Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak hanya pada saat tertentu saja atau ketika terjadi suatu peristiwa kena pajak, seperti misalnya pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan lain-lain.
Ditinjau dari siapa pemungut pajaknya, maka pajak dapat dibedakan menjadi pajak negara atau pajak pusat dan pajak daerah. Disebut dengan pajak pusat, bila pajak yang dipungut dilakukan oleh pemerintah pusat. Contoh pajak pusat adalah PPh, PPN, PPn dan Bea Materai. Sedangkan pajak daerah, adalah apabila pemungutan pajak dilakukan oleh pemerintah daerah.  Contoh pajak daerah adalah Pajak tontonan, pajak reklame, PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), PBB, Iuran kebersihan, Retribusi terminal, Retribusi parkir, Retribusi galian pasir dan lain-lain.
Disamping itu kalau kita melihat jenis pajak menurut sifat-sifatnya maka kita juga dapat membedakan pajak menjadi berjenis subjektif dan objektif. Pajak dikatakan berjenis subjektif, bila pajak yang dikenakan memperhatikan kondisi keadaan wajib pajak. Dalam hal ini penentuan besarnya pajak harus memiliki alasan objektif yang berhubungan dengan kemampuan membayar wajib pajak. Contoh jenis pajak ini adalah PPh. Sedangkan pajak berjenis objektif, apabila pajak yang dikenakan didasarkan pada objek yang dimilikinya  tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh jenis pajak ini adalah PPN, PBB, PPn-BM.
Bagian-bagian pajak yang perlu anda ketahui sebelum mengenal pajak lebih jauh adalah:
  1. Subjek Pajak atau Wajib Pajak, adalah orang atau badan usaha yang menurut undang-undang wajib membayar pajak kepada negara. Dalam hal ini setiap wajib pajak harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
  2. Objek Pajak, adalah segala sesuatu yang menurut Undang-Undang dijadikan dasar atau sasaran pemungutan pajak. Contoh objek pajak adalah kendaraan, tanah dan atau bangunan.
  3. Tarif Pajak, adalah dasar pengenaan pajak terhadap objek pajak yang menjadi tanggungannya. Tarif pajak pada umumnya berupa persentase (%).
Jenis tarif pajak yang kita kenal sendiri pada umumnya dibedakan menjadi tarif proporsional, progresif dan regresif. Tarif Proporsional merupakan tarif pajak yang memiliki persentase tetap/sama untuk setiap jenis objek pajak. Contoh pajak yang menggunakan tarif proporsional  adalah PPN. Kemudian tarif progresif adalah tarif pajak yang persentasenya semakin besar jika objek pajak bertambah. Contoh pajak yang menggunakan tarif progresif adalah PPh. Sedangkan terakhir tarif regresif merupakan tarif pajak yang persentasenya semakin rendah jika objek pajak bertambah.

Pajak Properti
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan properti? Secara umum properti dapat didefinisikan dengan segala sesuatu benda yang dapat kita miliki.  Properti sendiri dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu real property, personal property, businesses property dan financial interests. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI) properti didefinisikan sebagai konsep hukum yang meliputi seluruh kepentingan, hak dan keuntungan dari suatu kepemilikan. Terhadap pengertian tersebut maka kita dapat membedakan antara penguasaan fisik atas tanah dan atau bangunan yang dalam hal ini disebut dengan real estat serta kepemilikan secara hukum atau penguasaan yuridis yang disebut real property.
Bagi anda yang berkecimpung di dunia bisnis pasti tidak akan lepas dari masalah perpajakan. Demikian pula dalam setiap melakukan transaksi jual beli properti tentunya akan mengandung kewajiban pembayaran pajak. Pajak-pajak tersebut akan dikenakan kepada pembeli maupun penjual properti.
Mengapa penguasaan fisik dan penguasaan secara yuridis atas tanah dan atau bangunan perlu dipajaki? Hal ini tidak terlepas dari fungsi pajak properti sebagai salah satu bagian sumber penerimaan negara (fungsi bugeter) yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan fungsi regulasi dimana pajak properti digunakan sebagai alat untuk mengatur perkembangan pasar propeti.
Seperti kegiatan membeli properti baik yang dilakukan secara perorangan maupun melalui developer atau pengembang properti, akan mengandung konsekuensi kewajiban yaitu adanya aspek pajak-pajak yang akan dikenakan pemerintah kepada Anda. Meskipun demikian biasanya pajak properti telah dimasukkan ke dalam harga jual jika anda membeli properti melalui developer/pengembang properti. Besarnya pajak sangat tergantung jenis, nilai, luas dan lokasi properti yang akan ditransaksikan.
Di bawah ini adalah merupakan jenis-jenis pajak properti yang dibebankan baik kepada pembeli maupun penjual properti yang akan dibahas dalam buku ini meliputi antara lain:
1. PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
PBB merupakan pajak kebendaan yang melekat pada objeknya yang dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik properti). Pada awalnya pajak ini merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat namun demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka mulai tahun 2014 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah.
2. BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).
Bea ini dikenakan terhadap semua transaksi properti, baik properti baru maupun lama yang dibeli dari developer atau perorangan. Pajak ini pun status pada awalnya sama dengan PBB yaitu merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat namun demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu, sedangkan dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD maka mulai tahun 2011 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh pemerintah daerah.
3. PPh (Pajak Penghasilan).
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan kepada penjual perorangan atau badan.
4. PPN (Pajak Pertambahan Nilai).
Pajak ini hanya dikenakan satu kali pada saat membeli properti baru, baik dari developer maupun perorangan. Jika membeli properti dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan biasanya dilakukan melalui developer. Tapi jika membeli dari peroarangan, pembayaran dilakukan sendiri setelah transaksi. Disamping itu pajak ini juga dikenakan terhadap pembangunan rumah yang dilakukan secara sendiri oleh orang pribadi atau badan.
5. PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah)
PPnBM hanya dikenakan untuk properti yang dibeli dari developer dan memenuhi kriteria sebagai barang mewah. PPnBM tidak berlaku untuk transaksi antar perorangan.
Apabila properti tersebut ditransaksikan maka pajak nomor 2-3 akan berjalan. Untuk itu anda perlu memahami skema berikut sebelum melihat detail jenis-jenis pajak tersebut lebih mendalam. Pembahasan mengenai ke 5 jenis pajak properti tersebut secara lebih mendetail akan anda temui pada bab-bab setelah ini.
Skema alur pajak transaksi properti di atas menjelaskan bahwa apabila terjadi transaksi pengalihan tanah, maka bagi pemilik tanah akan membayar PPh final atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan (Pasal 4 ayat (2)) sebesar 5% dan pembeli baik perorangan atau developer akan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5% pula. Apabila kemudian pihak developer mengembangkan tanah tersebut menjadi:
  1. Kavling siap bangun dan menjualnya ke konsumen A, maka konsumen A akan membayar BPHTB sebesar 5% dan PPN sebesar 10%,
  2. Apartemen/town house dengan kriteria tertentu dan menjualnya ke konsumen B, maka konsumen B akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan PPnBM 20%,
  3. Perumahan dan menjualnya ke konsumen C, maka konsumen C akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan PPnBM 20%(bila memenuhi kriteria yang dipersyaratkan).
Apabila kemudian  konsumen A membangun bangunan dan masuk kriteria yang dipersyaratkan di atas kavling yang telah dibelinya dari developer tersebut secara sendiri maka wajib membayar PPN Kegiatan Membangun Sendiri sebesar 4%. Apabila kemudian konsumen B menyewakan apartemen/town house yang telah dibelinya dari developer ke konsumen D, maka konsumen B wajib membayar PPh final Pasal 4 ayat (2) sebesar 10%. Sedangkan bila B kemudian tidak menyewakannya tapi menjualknya ke konsumen E maka konsumen E akan membayar BPHTB sebesar 5% dan konsumen B akan membayar PPh sebesar 5%.
Namun demikian apabila kemudian pihak developer mengembangkan tanah tersebut menjadi perumahan dan masuk pada kriteria tertentu yang dipersyaratkan, serta kemudian menjualnya pada konsumen C, maka konsumen C akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan PPnBM 20%.

sumber : http://eddiwahyudi.com/perspektif-pajak-sebagai-sarana-pendukung-pembangunan/

Tidak ada komentar:

Check Page Rank of your Web site pages instantly:

This page rank checking tool is powered by Page Rank Checker service