PERMASALAHAN PAJAK DI INDONESIA
Pajak yaitu iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (sehingga dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat balas
jasa secara langsung. Pajak dipungut berdasarkan norma-norma hukum guna menutup
biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan
umum. Tak bisa dipungkiri, pajak sebagai mesin penghasil uang negara telah
menjadi primadona penerimaan negara semenjak berakhirnya era kejayaan minyak
yang dulu berfungsi sebagai penghasil utama penerimaan negara.
Namun hingga saat ini permasalahan pajak di Indonesia tidak henti-hentinya
muncul. Padahal pajak merupakan suatu kewajiban masyarakat sebagai warga
negara, tetapi masih banyak masyarakat yang tidak membayar pajak. Bahkan banyak perusahaan-perusahaan di
Indonesia yang menggelapkan dan terlibat dalam kasus pajak. Hal ini dapat
menyebabkan kerugian bagi negara, padahal dengan kita membayar pajak, dapat
menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan tanpa balas jasa
yang dapat ditunjuk secara langsung berdasarkan undang-undang.
Banyak contoh kasus seperti kasus penggelapan pajak Asian Agri Group.
Kasus dugaan penggelapan pajak Asian Agri Group yang diperkirakan mencapai
Rp1,3 triliun sudah cukup bukti. Tapi, hingga kini penyidik pajak dan jaksa
penuntut umum belum menemukan konstruksi hukum yang tepat. Demikian dikatakan
Jaksa Agung Hendarman Supandji sebelum rapat kabinet di Kantor Kepresidenan,
Dengan penggelapan pajak yang mencapai 1,3 triliun sudah jelas merugikan
negara. Mengapa pajak harus digelapkan? padahal kita hidup, bertempat tinggal
dan membangun usaha di Negara ini dan dengan membayar pajak maka kita dapat
membantu Negara kita untuk dapat maju kedepan.
Selain itu, jumlah WP terdaftar yang tercermin dalam jumlah NPWP yang
dikeluarkan oleh Ditjen Pajak selama puluhan tahun hanya mencapai sekitar 3.6
juta. Dengan jumlah WP sebanyak itu,
tax ratio pajak di Indonesia sangat kecil bila dibandingkan dengan negara
teteangga. Dari jumlah 3.6 jutapun hanya sebagian kecil yang aktif. Dari yang
aktifpun hanya sebagian kecil yang membayar pajak. Dari yang membayar pajakpun
hanya sebagian kecil yang menghitung dan melaporkan pajaknya secara benar.
Sedikitnya tingkat kontribusi
dari Pajak Penghasilan terhadap penerimaan negara secara keseluruhan dapat
dilihat dari data selama satu dasawarsa 1990-2000, dimana pajak penghasilan
hanya menyumbangkan rata-rata 23.4 persen dari seluruh penerimaan domestik
negara. Sementara, masih dari jangka waktu yang sama, sumbangan Pajak
Penghasilan terhadap GDP rata-rata hanya 4.11 persen. Di negara maju seperti
Amerika, tingkat persentasi terhadap GDP bisa mencapai 49 persen.
Ditjen pajak bertindak tegas
dan menyelesaikan kasus pajak sampai tuntas. Karena dengan penanganan yang
tidak tuntas maka akan makin banyak masyarakat yang melakukan kasus pajak.
Selain dari masyarakatnya yang harus sadar, para penegak hukum Negara juga
harus bekerja sampai tuntas dan benar. Dengan kerja sama antara masyarakat
dengan pemerintah maka kasus-kasus pajak yang ada dapat dituntaskan dan tidak
akan ada lagi kasus pajak di Indonesia.
Ditjen pajak dalam iklannya
mendengungkan slogan “Bayar Pajaknya, Awasi Penggunanya”. Dalam iklan di
sebutkan pajak untuk membuat jalan, jembatan, membiayai sekolah, dan lain
lain.kemudian di akhirnya ada ajakan bayar pajaknya awasi penggunanya. Sebuah
ajakan di masa kini mulai terbuka. Warga negara diminta kewajiban membayar
pajak sekaligus menunaikan haknya sebagai warga negara mengawasi penggunaan
pajak untuk pembangunan.
Coba kita simak salah satu komentar Facebook di dinding “BOIKOT PAJAK
untuk KEADILAN : “ap kata dunia….. bila golongan III A saja sudah punya
beberapa rumah mewah (mungkin di beberapa Kota), beberapa apartemen mewah, 4
rumah di Singapura, beberapa mobil mewah, pasti Kasubienya… Kasie lebih lagi,
kasuditnya hooo…hoo… lebih banyak, direkturnya….. juga lebih lebih
buaanyaaaaaaaak lagi,…. Setditjennya…. Hampir sama direktur…. Dirjennya
gimana yach,… ngebayanginya,……… walah,.. walah
walah .. menterinya udah nnggak
kebayang lagi…….. (ya allah semoga
ini tidak benar…. Rusak lah Negara & Pemimpinnya….)”
Moto dari gerakan ini adalah” Gerakan
Pembangkangan Nasioanal Terhadap
Pengelola Negara. Tolak Pajak untuk kemewahan dan Kepentingan Pejabat”. Dari
Moto tersebut cukup jelas bahwa masyarakat sudah Sangat muak dengan tingkah polah para petugas pajak yang
dengan giatnya menagih pajak dari masyarkat namun disisi lain banyak juga
petugas pajak yang menyeleewengkan untuk kepentingan pribadi.
Sumber : http://www.ossabox.co.tv/2011/02/permasalahan-pajak-di-indonesia.htm
1 komentar:
Banyak sektor yang berpotensi besar memberi kontribusi dalam penerimaan pajak, masih belum bisa digarap dengan maksimal karena pemerintah belum memiliki basis data yang kuat dan akurat sebagai patokan. Sektor-sektor itu antara lain bidang pertambangan, perkebunan, minyak dan gas, dan sektor lainnya. Sensus pajak yang dilakukan tahun ini dengan fokus pada kawasan pemukiman elite dan pusat bisnis, dianggap menjadi salah satu jalan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak agar melebihi target.
Apa yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan akan mengenakan bea keluar komoditas mineral, juga salah satu cara pemerintah untuk menaikkan pemasukan pajak. Pemerintah akan menertibkan seluruh perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan, termasuk biji-biji mineral, batubara, emas, nikel, mangan, bijih besi, timah, platinum, bauksit dan yang lainnya. Dalam Pasal 21 Peraturan Menteri ESDM Nomor: 7/2012 diatur bahwa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dilarang mengekspor bijih mineral, kecuali perusahaan tersebut juga terdaftar sebagai eksportir yang dikenai bea keluar.
Apa yang dilakukan oleh Kementrian ESDM itu hanyalah salah satu dari upaya pemerintah untuk menaikkan pendapatan di sektor pajak ini. Namun sebenarnya yang lebih penting yang harus dilakukan adalah mengembalikan kepercayaan masyarakat yang sekian lama hancur akibat mafia pajak yang mengemplang dana yang dikumpulkan dari pajak rakyat tersebut. Kasus Gayus Tambunan dan sekian kasus pajak lainnya membuat masyarakat banyak berpikir ketika harus taat kepada negara untuk membayar pajak mereka. Sebab, pameo bahwa �untuk apa membayar pajak kalau pajak itu dikorupsi� masih begitu kuat. Apalagi para pelaku pengemplang pajak itu di pengadilan dituntut hukuman rendah, bahkan malah ada yang tak terjamah oleh hukum.
Maka, yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah serius mengejar para pelaku pembobolan dana pajak dan memprosesnya secara hukum dengan serius. Jika itu tak dilakukan, maka upaya untuk menaikkan setinggi mungkin penerimaan pajak, bisa jadi hanya jalan di tempat karena tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas pajak tetap akan berada di titik rendah, kalau tak mau disebut di titik nol.
Posting Komentar